Translate

Kamis, 12 Juni 2014

BIODATA SAYA

Nama                 :               Fandi Achmad Ramadhani
TTL                   :               Pasuruan, 11 februari 1995
Kelas                 :               PAI A
Semester            :               2

Rabu, 11 Juni 2014

PERANAN PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA TERHADAP PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ANAK-ANAK

Assalamu`alaikum, piye kabare agan sista?? ane mo posting resume jurnal lagi nih.... jangan bosen yah! ilmu memang tak ada habisnya gan,, semoga selalu bermanfaat aamiin, trusin deh bacanya sampek kebawah,, seriusin gan, pasti ntar dapat barakallah... siip dah pokoke
RESUME JURNAL 3
“PERANAN PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA
TERHADAP PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ANAK-ANAK”
Oleh Fachrudin

Pendidikan dalam keluarga berjalan sepanjang masa, melalui proses interaksi dan sosialisasi di dalam keluarga itu sendiri. Esensi pendidikannya tersirat dalam integritas keluarga, baik di dalam komunikasi antara sesama anggota keluarga, dalam tingkah laku keseharian orang tua dan anggota keluarga lainnya juga dalam hal-hal lainnya yang berjalan dalam keluarga semuanya merupakan sebuah proses pendidikan bagi anak-anak.

Sejalan dengan semakin pesatnya arus globalisasi yang dicirikan dengan derasnya arus informasi dan teknologi ternyata dari satu sisi memunculkan persoalan-persoalan baru yang kerap kita temukan pada diri individu dalam suatu masyarakat, seperti tawuran pelajar, kenakalan remaja, genk motor, narkoba, kekerasan adalah bukti pengaruh negatif dari kemajuan peradaban manusia. Dan hal tersebut berpengaruh terhadap kemapanan dan tatanan masyarakat damai seperti yag diharapkan.

Masalah kepribadian adalah suatu masalah yang menjadi perhatian orang dimana saja, baik dalam masyarakat yang telah maju, maupun dalam masyarakat yang masih terbelakang. Buruknya kepribadian adalah di antara macam-macam kelakuan anak-anak yang menggelisahkan orang tuanya sendiri dan juga ada yang menggelisahkan dirinya sendiri.

Keluarga dalam islam bermula dari terciptanya hubungan suci yang dinamakan pernikahan yang halal antara laki-laki dan perempuan. Keluarga yang ideal terdiri dari ayah, ibu dan anak. Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi setiap individu dimana ia berinteraksi. Keberadaan keluarga bukan hanya penting bagi individu, akan tetapi penting juga bagi masyarakat, sehingga masyarakat menganggap keluarga sebagai intitusi sosial yang terpenting.

Suasana keluarga sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak. Seorang anak yang dibesarkan dalam suasana yang harmonis dan agamis, maka kepribadian anak tersebut cenderung positif dan sehat. Fungsi keluarga dalam kajian psikologikal modern menekankan pendidikan anak kepada pembinaan jiwa mereka dengan rasa cinta dan kasih sayang. Hal itu juga sudah di sampaikan oleh orang ahli jiwa muslim yang terdahulu dalam berbagai tulisannya. Dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah juga banyak yang menekankan pentingnya pendidikan dalam keluarga. Diantaranya: Allah SWT berfirman “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (Q.S. (66): 6). Juga Rasulullah SAW bersabda: “setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), maka ibu bapaknya lah yang menjadikan ia yahudi, nasrani, atau majuzi (H.R. Tabrani dan baihaqi). Dalam sabdanya yang lain, Rasulullah SAW menjelaskan “Awasilah anak-anakmu dan perbaikilah adabnya” (H.R Ibnu Majah). Dari bukti-bukti diatas menunjukkan bahwa mendidik anak adalah kewajiban yang paling utama.

Kepribadian adalah kualitas keseluruhan perilaku individu. Perkembangan kepribadian seseorang berdasarkan atas tiga faktor utama. Pertama, pengaruh keturunan individu; kedua, pengalaman awal dalam keluarga; dan ketiga peristiwa-peristiwa penting dikemudian hari diluar lingkungan rumah. Jadi, kepribadian berasal dari hasil belajar secara eksklusif dan keturunan eksklusif.

Dalam analisis, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan anak memiliki kepribadian yang buruk, antara lain adalah:
1.      Kurang tertanamnya jiwa keagamaan pada tiap-tiap orang dalam masyarakat.
2.      Keadaan masyarakat yang kurang stabil, baik dari segi ekonomi, social dan politik.
3.      Pendidikan moral tidak terlaksana menurut mestinya, dalam rumah tangga, sekolah maupun masyarakat.
4.      Suasana rumah tangga yang kurang baik.
5.      Diperkenalkannya secara populer obat-obat dan alat-alat anti hamil
6.      Banyak tulisan, gambar, siaran, kesenian yang tidak mengindahkan dasar-dasar dan tuntunan moral
7.      Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang dengan cara yang baik, dan yang membawa kepada pembinaan moral.
8.      Tidak ada markas bimbingan dan penyuluhan bagi anak-anak dan pemuda-pemuda.

Dilihat dari faktor diatas, Kurangnya jiwa keagamaan tiap individu anak menunjukkan anak merosot nilai moralnya dan mengakibatkan berkepribadian buruk. Keluarga mempunyai fungsi religius sebagai pendidik dilingkungan rumah tangganya umtuk menanamkan nilai-nilai agama kepada anaknya sejak dini. Supaya penanaman nilai-nilai agama itu membuat kuatnya jiwa anak-anak untuk menghadapi segala tantangan zaman. Keluarga hendaknya mengajarkan pengetahuan agama dan kebudayaan agama sesuai dengan umurnya. Terdapat cara praktis yang patut digunakan untuk menanamkan semangat keagamaan kepada anak-anak:
1.      Memberi tauladan yang baik kepada anak-anak
2.      Membiasakan anak-anak untuk melakukan kegiatan sesuai kaidah agama agar anak-anak terbiasa untuk melakukannya
3.      Menyiapkan suasana agama dan spiritual yang sesuai dirumah
4.      Membimbing mereka membaca bacaan-bacaan agama guna untuk memperdalam pengetahuan agama
5.      Menggalakkan mereka turut serta dalam kegiatan-kegiatan agama


Selain pendidikan agama, keluarga juga berkewajiban mengajarkan anak-anaknya tentang pendidikan akhlak. Pendidikan akhlak bagi anak juga sangat berpengaruh terhadap kepribadian anak. Dalam islam, agama dan akhlak tidak dapat dipisahkan. Sebab, akhlak baik atau buruk yang menentukan itu baik atau buruk adalah pendidikan agama.

PERANAN KELUARGA DALAM PENDIDIKAN EMOSIONAL ANAK


Assalamu`alaikum agan sista,,
nih mau ane terusin tentang resume jurnal,, kali ini beda judul dan pembuatnya baca deh selengkapnya gan !
selamat mebaca ........... :-)

RESUME JURNAL 2
“PERANAN KELUARGA DALAM PENDIDIKAN EMOSIONAL ANAK”
Oleh Yuni Setia Ningsih
Keluarga yang mampu mempersiapkan generasi yang baik adalah keluarga yang mampu memberikan pendidikan sikap sehingga emosionalnya terarah dan proporsional. Keluarga sebagai lembaga terkecil di dalam masyarakat diharapkan mampu menyiapkan mental anak dalam menghadapi hidupnya pada masa mendatang. Apabila didikan anak dalam keluarga baik dan terarah, maka kelak anak akan tumbuh dewasa sebagai manusia yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat. Orangtua sebagai pendidik di lingkup keluarga harus memiliki pengetahuan tentang perkembangan emosional anak dan juga harus mengetahui kewajibannya dalam mendidik anak. Oleh karena itu, tulisan ini akan membicarakan tentang pembentukan keluarga yang ideal sehingga dapat memberikan pengaruh terhadap anak, perkembangan emosional anak, dan peranan keluarga dalam pendidikan emosional anak.

Dalam kaca mata Islam, keluarga ideal adalah keluarga yang di dalamnya diisi dengan mawaddah dan rahmah. Mawaddah atau cinta merupakan perasaan saling mencintai yang menjadikan hubungan kekeluargaan berdiri atas dasar keridhaan dan kebahagiaan. Rahmah adalah kasih sayang yang menjadi sumber munculnya sifat lemah lembut, kesopanan akhlak, dan kehormatan prilaku.

Dalam pembentukan keluarga islami untuk menciptakan keluarga yang mawaddah dan rahmah dapat diawali dengan mencari calon suami/istri yang baik. Secara global, Nabi Muhammad SAW memberikan kriteria di dalam memilih calon suami maupun istri. Di dalam sebuah sabdanya, Nabi Muhammad SAW menyatakan secara tegas persyaratan dalam memilih calon istri maupun suami. Persyaratan yang paling utama adalah dari sisi agama dan akhlaknya. Karena Islam menginginkan keluarga sebagai home bagi semua anggota keluarganya, sehingga slogan baiti jannati serta there is no place like home menjadi motivator untuk saling menyayangi dan mengasihi.

Perkembangan dan pertumbuhan merupakan dua hal yang berkembang secara beriringan. Pertumbuhan dan perkembangan terus-menerus yang terdapat dalam diri manusia cakupannya sangat luas. Hal ini meliputi periode prenatal, neonatal, bayi, kanak-kanak, pubertas, remaja, dewasa, dan usia lanjut. Namun demikian, dalam pembahasan ini, pembicaraan tentang pertumbuhan dan perkembangan dibatasi hanya pada masa perkembangan emosi dimulai sejak nol tahun hingga masa akhir anak-anak, yakni usia 12 tahun. Disini akan dijelaskan perkembangan secara kualitatif, bahwa perkembangan bukan hanya dilihat pada pertumbuhan fisik. Akan tetapi, merupakan keterpaduan yang kompleks antara fisiologis dan psikologis sehingga seseorang dapat mencapai kematangan, baik dalam bertindak, bersikap, dan berpikir. Irwan Prayitno menggambarkan perihal emosi dengan cara sederhana. Menurutnya, emosi adalah suasana hati seperti marah, senang, sedih, gembira, dan takut. Dan setiap manusia memiliki suasana hati tersebut.

Ajaran Islam menganjurkan penganutnya untuk bersabar dan juga mengajarkan untuk selalu bersikap lemah lembut Begitu pentingnya permasalahan emosi, Islam menganjurkan bahwa emosi-emosi tersebut harus diarahkan kepada hal-hal yang positif. Bimbingan dan arahan tersebut tentunya tidak terlepas dari tahapan-tahapan pendidikan yang harus dilakukan oleh pendidik, baik itu di lingkungan formal maupun non-formal.

Berkaitan dengan penjenjangan pertumbuhan dan perkembangan anak, di dalam pembahasan ini penulis membatasi hanya pada tiga fase, yakni fase persiapan atau (0-2 tahun), fase permulaan atau (2-6 tahun), dan fase paripurna anak atau atau (6-12 tahun). Dalam hal ini, diperlukan penjelasan tentang perkembangan anak pada fase tersebut sehingga orangtua nantinya akan mampu mengarahkan anak pada lingkup emosi yang positif.

1.                  Fase Persiapan atau (0-2 th)
Pada fase ini emosi anak belum dapat dideteksi secara khusus, tetapi dapat dilihat dari reaksi yang dilakukan oleh si bayi. Pada tahap ini, reaksi emosionalnya hanya dapat diuraikan sebagai keadaan menyenangkan dan tidak menyenangkan. Yang pertama, ditandai dengan tubuh yang tenang; yang kedua, ditandai dengan tubuh yang tidak tenang. Oleh karena itu, pada fase ini perkembangan anak pada aspek inderawi masih mendominasi terutama indera pendengaran. Sikap dan perlakuan orangtua akan berpengaruh terhadap perkembangan anak selanjutnya.

2.                  Fase Permulaan Anak atau (2-6 th)
Pada tahap pertama emosi anak-anak belum bisa dibedakan dan juga belum ada ciri khusus yang signifikan. Akan tetapi, semakin bertambah usia anak mulai menampakkan emosinya yang jelas. Ekspresi kemarahan tidak selalu ditunjukkan dengan berteriak-teriak dan berguling-guling. Ia mulai belajar untuk menahan kemarahan serta mengendalikan emosinya.

3.                  Fase Paripurna Anak-Anak atau (6-12 tahun)
Anak-anak pada masa ini mengalami tingkat kecemasan yang lebih besar daripada masa sebelumnya. Ia merasa takut kehilangan kasih sayang, perhatian, dan dukungan orangtuanya Perkembangan aspek nalar anak pada fase ini membuatnya mulai melepaskan diri dari dominasi orangtua. Anak mulai berinteraksi dengan lingkungan sosialnya yang lebih luas. Berkembangnya aspek sosial dalam diri anak pada masa ini membantu perkembangan sisi emosional.

Berkaitan dengan aspek emosional anak, kasih sayang orangtua sangat diperlukan anak pada awal-awal pertumbuhan dan perkembangannya. Pada masa bayi anak sangat tergantung pada orangtuanya dikarenakan ketidak-berdayaannya dan juga banyaknya bahaya yang mengancam dirinya. Pada periode ini, rasa cinta dan kasih sayang mutlak diperlukan oleh anak agar kehidupannya kelak berkembang normal. Kurangnya cinta dan kasih sayang orang tua bisa berakibat fatal pada perkembangan anak selanjutnya. Hal ini bisa menyebabkan anak tersebut mundur dalam perkembangan motorik. Menurut Banu Garawiyan, kasih sayang merupakan “makanan” yang dapat menyehatkan jiwa Anak. Secara alamiah makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi untuk bertahan hidup. Dengan kasih sayang, aspek kejiwaan anak berkembang dengan baik karena ia merasa diterima di dalam komunitasnya, baik itu di lingkungan keluarga maupun masyarakat sehingga ia pun bisa memberikan kasih sayang kepada orang lain berdasarkan pengalaman hidup yang ia jalani.

terimakasih udah baca-baca posting ane gan.. semoga manfaat dunia hingga akhirat, untukku dan untukmu hehehe  aamiin ya rabb
wassalam dari cah klah 73 :-)

URGENSI PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGATERHADAP PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ANAK





Assalamu`alaikum kawand blog...
kali ini ane mau nge-share resuman ane tentang jurnal bapak Jumri Hi. Tahang Basire.
mau tau kelanjutannya? lanjutin terus bacanya sampek bawah... okeee gan !!!

RESUME JURNAL 1“URGENSI PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGATERHADAP PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ANAK”
oleh Jumri Hi. Tahang Basire

Dalam dunia pendidikan, ada tiga lembaga yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak yang dikenal dengan sebutan Tripusat Pendidikan, yaitu lembaga keluarga, lembaga sekolah dan lembaga masyarakat. Sesuai dalam GBHN (Tap. MPR No. IV/MPR/1978) ditegaskan bahwa “pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat”. Lembaga keluarga merupakan tempat pertama untuk anak menerima pendidikan dan pembinaan. Setelah itu, pendidikan dapat diperoleh dari sekolah dan masyarkat.

Dari pendidikan banyak terjadi perkembangan dunia, di segi pembangunan, pendidikan, keamanan, teknologi informasi. Namun, dari perkembangan tersebut banyak dirasakan juga menimbulkan masalah etis dan kebijakan baru bagi umat manusia. Efek samping itu ternyata berdampak sosiologis, psikologis dan bahkan teologis sehingga nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat menghilang fungsinya.

Untuk menyikapi fenomena global seperti itu, maka penanaman nilai-nilai keagamaan ke dalam jiwa anak secara dini sangat dibutuhkan. Dalam hubungan itu, keluarga pada masa pembangunan (dalam konteks keindonesiaan dikenal dengan era tinggal landas) tetap diharapkan sebagai lembaga sosial yang paling dasar untuk mewujudkan pembangunan kualitas manusia dan lembaga ketahanan untuk mewujudkan manusia-manusia yang ber-akhlakul karimah (Sulastri, 1993).

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan terdahulu, maka yang menjadi permasalahan pokok dalam makalah ini ialah “bagaimana urgensi penerapan pendidikan agama kepada anak dalam keluarga dan peranannya dalam membentuk kepribadian anak”. Selanjutnya, permasalahan pokok tersebut dirumuskan untuk menjadi acuan pembahasan adalah: bagaimana urgensi penerapan pendidikan agama terhadap anak dalam keluarga? Bagaimana penerapan pendidikan agama kepada anak dalam keluarga terhadap penanaman nilai-nilai moral keagamaan?

Pendidikan agama merupakan pendidikan dasar yang harus diberikan kepada anak sejak dini ketika masih muda. Dilihat dari segi usia dini, anak mayoritas adalah berkomunikasi dengan orang tua atau dengan lingkungan rumah tangga. Oleh karena itu, pendidikan agama bisa maksimal jika mulai ditanamkan sejak dari keluarga untuk memberikan kepada anak bekal pengetahuan agama dan nilai-nilai budaya Islam yang sesuai dengan umurnya sehingga dapat menolongnya kepada pengembangan sikap agama yang betul.  Inti pendidikan agama sesungguhnya adalah penanaman iman kedalam jiwa anak didik, dan untuk pelaksanaan hal itu secara maksimal hanya dapat dilaksanakan dalam rumah tangga.

Dari segi kegunaan, pendidikan agama dalam rumah tangga (keluarga) berfungsi sebagai berikut: Pertama, penanaman nilai dalam arti pandangan hidup yang kelak mewarnai perkembangan jasmani dan akal anak. Kedua, penanaman sikap yang kelak menjadi basis dalam menghargai guru dan pengetahuan di sekolah (Tafsir, 1994). Demikianlah, keluarga pernah dan masih tetap merupakan tempat pendidikan pertama, tempat anak berinteraksi dan menerima kehidupan emosional.

Individu dewasa ini menghadapi arus informasi dan budaya modern yang mesti disikapi. Kesalahan utama yang dilakukan budaya modern yang berpijak pada budaya barat adalah lahirnya pandangan bahwa segala yang bersumber dari barat diserap dan dianggap sebagai ciri kemodernan (Ashmed, 1993). Menyebabkan generasi-generasi muda (remaja) terjerumus ke dalam berbagai bentuk Penyimpangan dan kenakalan yang tidak dapat ditolerir secara agamis.

Bekal pendidikan agama yang diperoleh anak dari lingkungan keluarga akan memberinya kemampuan untuk mengambil haluan di tengah-tengah kemajuan yang demikian pesat. Oleh sebab itu, penerapan pendidikan agama bagi anak dalam keluarga merupakan sebuah keharusan dan membutuhkan perhatian yang serius. Kenyataan membuktikan bahwa anak-anak yang semasa kecilnya terbiasa dengan kehidupan keagamaan dalam keluarga, akan memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan kepribadian anak pada fase-fase selanjutnya.

Pendidikan agama sangat terkait dengan pendidikan akhlak. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pendidikan akhlak dalam pengertian islam adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan agama. Hal tersebut karena agama selalu menjadi parameter, sehingga yang baik adalah yang dianggap baik oleh agama dan yang buruk adalah yang dianggap buruk oleh agama. Oleh sebab itu, tujuan tertinggi pendidikan islam adalah mendidik jiwa dan akhlak (Arifin, 1996). Pada setiap anak, sebagian besar tingkah lakunya diberi corak oleh tradisi kebudayaan serta kepercayaan keluarga. Jadi penerapan pendidikan keluarga, khususnya dalam pendidikan, akhlak harus dibina dari kecil dengan pembiasaan-pembiasaan dan contoh teladan dari keluarga terutama kedua orang tua. Dengan demikian anak akan memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar akhlak.

Anak adalah generasi penerus yang di masa depannya akan menjadi anggota masyarakat secara penuh dan mandiri. Oleh karena itu seorang anak sejak kecil harus sudah mulai belajar bermasyarakat, agar nantinya dia dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang dapat menjalankan fungsi-fungsi sosialnya. Lingkungan sosial yang pertama bagi anak ialah rumah. Lingkungan keluarga itu akan membawa perkembangan perasaan sosial yang pertama misalnya, perasaan simpati yaitu suatu usaha untuk menyesuaikan diri dengan perasaan orang lain.

Penerapan pendidikan agama terhadap anak sangat berpengaruh terhadap pembentukan sikap dan tingkah laku anak. Pemberian modal-modal keagamaan dalam keluarga, secara garis besarnya dapat melahirkan implikasi-implikasi sebagai berikut: (a) anak memiliki pengetahuan dasar-dasar keagamaan, (b) anak memiliki pengetahuan dasar akhlak, (c) anak memiliki pengetahuan dasar sosial. Pengetahuan-pengetahuan dasar tersebut memiliki arti penting untuk pencapaian tujuan asasi dari pendidikan Islam, yaitu penanaman iman dan akhlaqul karimah.

Dengan demikian, terlihat betapa besar tanggung jawab orang tua terhadap anak. Bagi seorang anak, keluarga merupakan persekutuan hidup pada lingkungan keluarga tempat di mana ia menjadi pribadi atau diri sendiri. Selain itu, keluarga juga merupakan wadah bagi anak dalam konteks proses belajarnya untuk mengembangkan dan membentuk diri dan fungsi sosialnya. Di samping itu, keluarga merupakan tempat belajar bagi anak dalam segala sikap untuk berbakti kepada Tuhan sebagai perwujudan hidup yang tertinggi.

sekian resume nya gan, semoga bermanfaat bagi agan yang mau membaca dan ane dapat pahala udah berbagi ilmu hehehe... pokoke aamiin gan!

Selasa, 03 Juni 2014

pengaruh pendidikan dalam keluarga terhadap kepribadian anak

assalamu`alaikum agan dan aganwati..

mumpung pas lagi free nih gan, ane sempetin nerusin nih thread,
ngmong-ngmong tentang pendidikan sebenarnya bukan keahlian saya, tapi saya berusaha untuk mendapatkan ilmu sebaiknya dalam fakultas tarbiyah...
pendidikan yang pertama bagi semua manusia adalah pendidikan keluarga, oleh karena itu pendidikan keluarga akan sangat berpengaruh terhadap kepribadian seseorang, sesuai dalam hal ini yang saya bahas adalah pengaruh pendidikan dalam keluarga terhadap kepribadian anak..

semoga presentasi dibawah ini akan membantu agan sebagai referensi tentang judul yang kami bahas, dqan semoga bermanfaat .. aamiin

NB : (hidup tidak selurus apa yang kita bayangkan)



asal kata "CAH_KLAH 73"


ASSALAMU`ALAIKUM Dan SALAM SEJAHTERA

met siang yg barokah aamiin ..
huuuhh.., gerogi nih pertama kali nulis di blog ndiri, padahal udah lama punya blog, tapi dianggurin aja ... maklum dulunya ane itu agak gaptek alias gagap teknologi heheh :-)
tapi sekarang ane udah kuliah, jadi harus mau tau tentang yang namanya teknologi .. sekarang ane udah bisa install ulang laptop ane ndiri, udah bisa utek2 laptop, udah bisa nge-root ato membobol lisensi si robot ijo, udah bisa nge-hack si OS (operating system) tua symbian.. banyak dah pokoke tapi maap gan kalo curcol heheh

emmm ,, sekarang serius tapi gak penting soalnya ane mau ngebahas tentang kata "CAH_KLAH 73" ... apa sih cahklah 73?? banyak tmen ane yg tanya gitu ,, tp ane ndiri jg bingung mau jawab apa ... jadi sekarang ane mau menjawab pertanyaan itu dengan konsep blog ini, sekalian promosi blog ane heheh

menurut Fandi (jangan bingung gan!! itu nama ane, jadi bukan nama filosof terkenal hehehe)
menurut saya, "cah" itu bocah, anak, pemuda
terus "klah" itu laki2, pria tulen
kalo angka "73" adalah angka ganjil yang menurut agama islam, bahwa Allah itu suka angka ganjil seperti angka 7 dan 3 .. mangkanya itu ane pakek angka 73 bukan 46, klo itu kan VR heheh
itu persepsi ane ya gan! jika beda pendapat gak usah pakek perang yee hehehe

udah jelas kan?? ane mau masuk kuliah nih soalnya, , 
ane akhiri posting perdana ane.. wallahu a`lam bisshowab

WASSALAM dari cahklah_73